Working Class and Index Happiness
Oleh : Erik Ardiyanto
Kalau dulu saat revolusi industri pertama orang berbicara "ketika kita tidak mempunyai alat-alat produksi kita akan tetep jadi bagian struktur komoditi sistem kapitalisme". kita akan terjebak dalam sistem alienasi pekerjaan. because the first industrial revolution created divisions labor.
Begitupun di abad 21 hari ini dengan Revolusi Industri 4.0 ketika penguasan/akses digital seperti algorithm,artificial intelligence dan big data masih dimonopoli korporasi kapitalisme. Selamanya kita akan menjadi komoditi digital labor.
Mau profesinya, pegawai swasta (kelas menengah ngehe), tenaga ahli, manager bank syariah, pilot, guru, dosen, barista, desainer, chef, marketing, sales, pekerja kreatif ala-ala, freelancer dansa -dansi, influencer merangkap buzzer, dll
Tetep saja kita bagian dari struktur komoditi produksi. "working class" mau disangkal sampai kapanpun ya tetep buruh-buruh juga.
Akhir-akhir ini yang sering diperbincangkan di World Economic Forum adalah Program seperti Sustainable Devlopment Goal (SDG).
Dulu sejauh pengetahuan saya hanya menempatkan beberapa faktor seperti Indeks pembagunan, kualitas pendidikan, kesehatan, gender quality, climate change dsb sebagai capaian keberhasilan suatu Negara. Tapi kali ini yang menarik dan sering dibicarakan adalah tentang World Indeks Happiness sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah Negara.
Karena pada dasarnya setelah semua akses pemerataan ekonomi, pendidikan, politik dsb dapat diwujudkan oleh suatu negara, tentu ukuran akhirnya adalah "Kebahagiaan" Warga Negara.
Problemnya hari ini cepat atau lambat otomasi dan disruption teknologi akan menyeleksi kelas pekerja.
Memunculkan kelas baru yaitu useless society. Disini menurut saya, peran Negara harus hadir dengan sistem UBI (universal base income) yang harus menjadi mandatory.
Kita harus berani mengatakan kedepan pengangguran harus digaji oleh negara. kita harus mencotoh Negara Finlandia dengan system UBI sekarang menempati urutan pertama World Index Happiness Ranking dan hari ini udah ada beberapa negara yang melakukanya.
Ini bukan soal menjadikan orang itu bermalas-malasan atau tidak bekerja, karena sudah pasti akan ada orang yang tereliminasi dengan adanya sistem otomasi pekerjaan, karena prinsip dasar ketika ada otomasi pasti ada efisiensi, ketika ada efisiensi pasti ada SDM yang kepangkas.
Mbah - Mbah saya yang dikampung itu apakah bisa dia mengejar laju perkembangan teknologi, apa dia memiliki akses dan menggunakan teknologi. Saya kira akan sangat sulit untuk mengejar, la wong dia yang seorang berprofesi sebagai IT aja belum tentu bisa mengejarnya hal inilah yang harus bisa diantisipasi dengan (UBI).
Makanya Kontrol Negara dalam struktur eknomomi dalam tingkatan makro atau mikro saya kira masih tetap perlu. Tapi tentu dengan pembagian akses dan hal yang merata terhadap society terkusus kelas menengah bawah.
Not control swasta terhadap ekonomi karena unjugnya kalau itu yang terjadi petaka dikemudian hari.
I agree with the happiness index achievement goal, because the ultimate goal of Homo sapiens is happiness.
Bangsa ini harus naik kelas!
Happy labor Days 🌹✊🏻
Refrensi :
Kalau dulu saat revolusi industri pertama orang berbicara "ketika kita tidak mempunyai alat-alat produksi kita akan tetep jadi bagian struktur komoditi sistem kapitalisme". kita akan terjebak dalam sistem alienasi pekerjaan. because the first industrial revolution created divisions labor.
Begitupun di abad 21 hari ini dengan Revolusi Industri 4.0 ketika penguasan/akses digital seperti algorithm,artificial intelligence dan big data masih dimonopoli korporasi kapitalisme. Selamanya kita akan menjadi komoditi digital labor.
Mau profesinya, pegawai swasta (kelas menengah ngehe), tenaga ahli, manager bank syariah, pilot, guru, dosen, barista, desainer, chef, marketing, sales, pekerja kreatif ala-ala, freelancer dansa -dansi, influencer merangkap buzzer, dll
Tetep saja kita bagian dari struktur komoditi produksi. "working class" mau disangkal sampai kapanpun ya tetep buruh-buruh juga.
Akhir-akhir ini yang sering diperbincangkan di World Economic Forum adalah Program seperti Sustainable Devlopment Goal (SDG).
Dulu sejauh pengetahuan saya hanya menempatkan beberapa faktor seperti Indeks pembagunan, kualitas pendidikan, kesehatan, gender quality, climate change dsb sebagai capaian keberhasilan suatu Negara. Tapi kali ini yang menarik dan sering dibicarakan adalah tentang World Indeks Happiness sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah Negara.
Karena pada dasarnya setelah semua akses pemerataan ekonomi, pendidikan, politik dsb dapat diwujudkan oleh suatu negara, tentu ukuran akhirnya adalah "Kebahagiaan" Warga Negara.
Problemnya hari ini cepat atau lambat otomasi dan disruption teknologi akan menyeleksi kelas pekerja.
Memunculkan kelas baru yaitu useless society. Disini menurut saya, peran Negara harus hadir dengan sistem UBI (universal base income) yang harus menjadi mandatory.
Kita harus berani mengatakan kedepan pengangguran harus digaji oleh negara. kita harus mencotoh Negara Finlandia dengan system UBI sekarang menempati urutan pertama World Index Happiness Ranking dan hari ini udah ada beberapa negara yang melakukanya.
Ini bukan soal menjadikan orang itu bermalas-malasan atau tidak bekerja, karena sudah pasti akan ada orang yang tereliminasi dengan adanya sistem otomasi pekerjaan, karena prinsip dasar ketika ada otomasi pasti ada efisiensi, ketika ada efisiensi pasti ada SDM yang kepangkas.
Mbah - Mbah saya yang dikampung itu apakah bisa dia mengejar laju perkembangan teknologi, apa dia memiliki akses dan menggunakan teknologi. Saya kira akan sangat sulit untuk mengejar, la wong dia yang seorang berprofesi sebagai IT aja belum tentu bisa mengejarnya hal inilah yang harus bisa diantisipasi dengan (UBI).
Makanya Kontrol Negara dalam struktur eknomomi dalam tingkatan makro atau mikro saya kira masih tetap perlu. Tapi tentu dengan pembagian akses dan hal yang merata terhadap society terkusus kelas menengah bawah.
Not control swasta terhadap ekonomi karena unjugnya kalau itu yang terjadi petaka dikemudian hari.
I agree with the happiness index achievement goal, because the ultimate goal of Homo sapiens is happiness.
Bangsa ini harus naik kelas!
Happy labor Days 🌹✊🏻
Refrensi :
- https://sustainabledevelopment.un.org/?menu=1300
- https://www.yang2020.com/what-is-ubi/
- https://www.google.co.id/amp/s/amp.theguardian.com/inequality/2018/jan/12/money-for-nothing-is-finlands-universal-basic-income-trial-too-good-to-be-true
- https://www.bps.go.id/publication/2017/12/05/1f99cefd596c449b93405fcd/indeks-kebahagiaan-2017.html